Entas-Entas, Nyewu Ala Suku Tengger

 

        

Foto Suku Tengger pada Upacara Entas-entas

Jika berbicara mengenai kebudayaan maka tak luput dari yang namanya adat istiadat atau kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat yang tinggal didaerah tertentu. Biasanya kebudayaan tersebut dituangkan kedalam berbagai ritual seperti ritual kematian dan ritual pernikahan yang dilakukan sejak turun temurun oleh nenek moyong sampai sekarang. Salah satu suku yang terdapat di Indonesia yang masih melestarikan ritual kematian sampai sekarang yaitu suku Tengger.

Kebudayaan yang dimiliki oleh suku yang mendiami lereng Gunung Bromo tersebut, biasanya dituangkan kedalam ritual adat yang mempunyai nilai-nilai adat atau keagamaan yang sangat kental, seperti Kasada. Namun, ada salah satu ritual adat yang memiliki keunikan serta kesakralan tersendiri yaitu Entas-entas. Entas-entas sendiri merupakan sebuah kebudayaan yang dituangkan dalam ritual keagamaan yang dijadikan oleh suku Tengger sebagai simbolisasi penghormatan masyarakat suku Tengger terhadap leluhur yang sudah mendahului mereka.

Entas-entas sendiri berasal dari bahasa Jawa yaitu “Entas” yang memiliki arti mengangkat atau mengambil. Arti dari kata mengangkat atau mengambil adalah sebagai sesuatu proses mengangkat roh leluhur yang sudah meninggal untuk diangkat agar terhindar dari lingkaran Punarbhwa. Sedangkan menurut Keto selaku Dukun Pandita Desa Tosari, Kecamatan Tosari, Pasuruan mengatakan bahwasannya Entas-entas merupakan sebuah upacara kematian yang dilakukan oleh suku Tengger terhadap para roh leluhur mereka yang sudah meninggal yang bertujuan untuk membebaskan roh tersebut dari ikatan belenggu dosa agar bisa kembali kepada Sang Hyang Widhi.

“Biasanya yang melakukan upacara ini yaitu anak dari leluhur yang sudah meninggal. Hal tersebut wajib dilakukan karena jika tidak dilakukan maka seoarang anak akan berdosa terhadap kedua orang tuanya atau kepada leluhur mereka serta akan memberikan mala petaka bagi sekeluarga,” ujar Keto, Selasa (08/03/22)

Keto juga menambahkan, bahwasannya Entas-entas ini seperti halnya Nyewu atau 1000 hari yang dilakukan oleh umat Islam untuk memperingati hari kematian seseorang yang sudah meninggal
. Akan tetapi, bagi masyarakat suku Tengger Nyewu dikatakan sebagai Entas-entas yang dilakukan baik itu masyarakat suku Tengger yang beragama Hindu maupun yang beragama Islam. Entas-entas sendiri dilaksanakan berdasarkan perhitungan weweran dan wuku dalam kalender Hindu. Itu dimaksudkan agar pelaksanaan Entas-entas jatuh dihari yang baik.

Selain itu, sarana atau prasarana yang digunakan dalam Entas-entas adalah meliputi beras, ayam, kelapa, jambe, tembakau, pisang, buah pinang, kapur putih, sirih, tetel, lawe (benang yang berwarna putih), tampah (tempat dari anyaman bambu), apem, godoh, tape, wajik, jenang, bunga, gedhang ayu, kulak, pras, cepel, baten, agem-agem,tiagamas, sesajen dulang, gubahan banyu, bokor sega gurih,sandingan. Namun dari banyaknya sarana atau prasarana yang digunakan tersebut, ada salah satu yang tidak boleh terlewatkan ketikan melakukan upacara keagamaan ini yaitu boneka petra.

Menurut Keto selaku dukun pandita mengatakan bahwasannya boneka petra harus dibuat oleh dukun pandita karena sebelum membuat boneka petra ada banya serangkain ritual yang dilakukan.

“Petra sendiri merupakan bentuk atau gambara manusia yang terbuat dari sebuah pelepah daun pisang yang dibungkus dengan janur dan diberikan agem-agme serta daun andong dan dibawahnya diberi setumpuk daun sana sebagai ala. Nantinya boneka petra ini akan diletakan dialtar dan dipikul oleh keluarga yang melakukan Entas-entas.” tutur Keto.

Pelaksanaan Entas-entas sendiri adalah memikul altar yang didalamnya terdapat boneka petra yang ditemani dengan alunan tibung slompret dan permainan alat musik gamelan dan diarak oleh keluarga yang melakukan Entas-entas atau peziarah menuju kolasi kremasi yang bertempat di punden luhur.

             

Comments

Popular posts from this blog

Cara dan contoh Review Jurnal Psikologi

Kesenian "Turonggo Seto Kinasih" Masih Eksis Dikalangan Masyarakat