Tingkatkan Kesadaran Multikultural Melalui Pendidikan



Sumber foto: Indonesia Winning Intitute

 
 Multikulturalisme telah menjadi realitas historis yang tidak dapat dihindari oleh manusia di manapun dan kapanpun mereka hidup karena pada dasarnya Multikulturalisme merupakan pandangan terhadap dunia yang kemudian dapat diterjemahkan dalam berbagai kebijakan kebudayaan yang menekankan tentang penerimaan terhadap realitas seperti multikultural yang terdapat dalam kehidupan masyarakat (Azyumardi Azra, 2007).
 
Multikulturalisme juga bisa menjadi sebuah ideology yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kederajatan baik secara individual maupun secara kebudayaaan karena Multikulturalisme merupakan bagian dalam konteks pembangunan bangsa. Multikulturalisme mencakup berbagai gagasan, cara pandang, kebijakan, penyikapan dan tindakan oleh masyarakat suatu negara yang berbeda  dari segi etnis budaya, agama, dan bahasa. namun, mempunyai cita-cita untuk mengembangkan semangat kebangsaan yang sama dan mempunyai kebanggaan untuk mempertahankan perbedaan tersebut  (A. Rifai Harahap, 2007).
 
Dalam konteks Indonesia, multikultural dipahami sebagai kebhinnekaan yang berarti perbedaan. Bhinneka berasal dari bahasa Sansekerta dan terdapat dalam buku Sotasoma karangan Mpu Tantular. Walaupun melalui buku Sotasoma  tersebut Mpu Tantular mencoba menangkap subtansi perbedaan paham Siwaisme dan Buddhisme, namun rumusan Bhinneka Tunggal Ika “walau berbeda tetap satu jua” yang diungkap dalam buku tersebut mempunyai makna keberagaman yang universal, bukan lagi terbatas pada Siwaisme dan Buddhisme bahkan telah menembus batas zaman dan geografisnya (Maksum, 2011, h.144).

 Keberagaman yang Universal tersebut dapat diartikan bahwa  Keberagaman budaya sifatnya tidaklah terbatas seperti yang dirumuskan SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan). Keberagaman budaya justru terjadi dalam konteks realitas keseharian yang menjadi peluang untuk terciptanya lingkungan yang memungkinkan semua orang sama-sama meningkatkan harkat kemanusiaannya yang berbeda-beda. Layaknya sebuah orkestra yang terdapat berbagai macam alat musik dengan suara yang berbeda namun tetap menjadi satu paduan komposisi yang merdu dan indah. Begitu juga halnya dengan Indonesia meskipun masyarakatnya multikultural tetapi tetap menjadi satu dalam membangun dan mempertahankan bangsa.

Pada dasarnya masyarakat multikultural yaitu masyarakat yang terbentuk dari berbagai macam-macam budaya, bahasa, suku, agama dan lain sebagainya. Menurut Parekh (1997) masyarakat multikultural adalah suatu masyarakat yang terdiri dari berbagai macam komunitas budaya dengan segala kelebihannya. Masyarakat multikultural telah muncul semenjak perombakan reformasi atau tatanan Orde Baru yang bercorak “Masyarakat (Plural Society)” yaitu masyarakat yang anggotanya memiliki latar belakang budaya dan agama yang beragam. Masyarakat multikultural tidak bersifat hemogen, melainkan memiliki karakteristik heterogen dimana hubungan sosial antarindividu bersifat toleransi dan harus menerima kenyataan untuk hidup berdampingan secara damai satu sama lain dengan begitu banyaknya perbedaan-perbedaan yang ada didalamnya.
 
Menurut  Brenes dan wessells (2001) menjelaskan tentang betapa masih rendahnya kesadaran tentang multikultural di tengah kehidupan manusia, bukan semata masalah domestik diindonesia saja, malainkan sudah menjadi masalah global. kesadaran multikultural sebenarnya sudah muncul sejak Negara Republik Indonesia terbentuk. Kesadaran tersebut dipendam atas nama Kesatuan dan Persatuan. Namun sampai saat ini wawasan multikulturalisme bangsa Indonesia masih sangat rendah.
 
Dalam masalah hubungan rendahnya kesadaran tentang multikultural ini akan menimbulkan sebuah kekerasan yang akan menyangkut tentang Hak Asasi Manusia (HAM) karena masyarakat belum siap akan hidup berdampingan secara damai dengan begitu banyaknya perbedaan-perbedaan yang ada didalamnya. Kekerasan ini juga akan menimbulkan konflik atau perpecahan baik itu diantara suku dan antargolongan.
 
Konflik berbau kekerasan di Indonesia juga terjadi antar dua keompok atau lebih yang mendiami sebuah daerah yang didalamnya terdapat berbagai macam etnis atau suku. Kasus yang pernah terjadi adalah perang sampit di kalimantan barat pada 17 sampai 20 februari 2001 dimana dua suku antara suku dayak dan suku madura saling menyerang, membunuh bahkan membakar setiap rumah. Kejadian tersebut banyak menelan korban, Padahal perang sampit itu terjadi karena masalah kecil yang bisa diselesaikan dengan jalur kekeluargaan atau jalur hukum yang ada tanpa harus mengorbankan ribuan nyawa. Akan tetapi masalah-masalah kecil tersebut terjadi berulang-ulang dan tanpa ada penyelesaian yang maksimal, sehingga menimbulkan suasana diantara dua suku tersebut semakin panas dan menimbulkan konfilik yang besar sehingga terjadilah perang sampit.
 
Dari konflik tersebut terlihat bahwa rendahnya kesadaran akan multikultural dapat menimbulkan perpecahan. Oleh karena itu, pendidikan lah yang menjadi hal yang paling utama untuk meningkatkan kesadaran akan multikultural di antara suku atau antargolangan terutama pada suku madura dan suku dayak.
 
Dewasa ini Pendidikan mutikultural sangat dibutuhkan oleh umat manusia terutama di Indonesia yang berbasis multikultural. Untuk mengubah kerangka berpikir baik kolektif maupun individual terhadap suku madura dan suku dayak dalam menghadapi persoalan sosial-kultur, pendidikan dipandang sebagai faktor penting dalam menumbuh kembangkan kesadaran akan nilai kehidupan multikultural.
 
Pendidikan dalam perspektif ini boleh dipandang sebagai upaya pendewasaan manusia, pembebasan manusia dari tindak anarkisme seperti yang dilakukan oleh suku madura dan suku dayak, dan transendensi diri manusia atas nilai-nilai multikultural dalam kehidupan berbangsa sehingga kehidupan sosial-kultur semakin baik kualitasnya. Kesadaran multikultural adalah kesediaan menerima kelompok lain secara baik dan sama sebagai kesatuan tanpa memperdulikan perbedaan budaya terutama perbedaan etnis atau suku yang ada dalam masyarakat indoneisa.





Comments

Popular posts from this blog

Cara dan contoh Review Jurnal Psikologi

Kesenian "Turonggo Seto Kinasih" Masih Eksis Dikalangan Masyarakat